Tuesday, 27 November 2012
Bahasa Indonesia | Resensi Novel Dewi Lestari
Judul Buku : Supernova "Petir"
Oleh : Raden Nizar Prakas Rachmana
Judul : Supernova "Petir"
Pengarang : Dewi Lestari
Tahun Terbit : Desember 2004
Cetakan ke : I
Resensi
*Tulisan saya ini berdasarkan dengan yang saya baca pada novel ini dan satu lagi, ini adalah novel pertama kali yang saya baca, jadi di maklumi jika banyak kesalahan dalam menulis.
Pada awal buku ini terdapat Keping 37 yang berjudul "Kado Hari Jadi" , disini saya bingung apa hubungannya cerita ini dengan Petir yang telah saya baca. Pada Keping 37 ini, disitu menceritakan tentang Ruben dan Dhimas, sepertinya mereka pasangan Gay atau sering kita dengar dengan ucapan Maho atau Homo. Sepertinya yang ini ngga terlalu penting.
Selanjutnya Keping 38 ini dia yang benar dengan berjudul "Petir".
Hidup keluarga di suatu tempat di Bandung, Wijaya disebutnya sebagai ayah tetapi sering dipanggil Dedi, Watti sebagai kakak dan Elektra atau biasa di panggil Etra sebagai anak ke dua dari Dedi. Dedi mempunyai pekerjaan sebagai ahli elektronik dan bekerja di rumahnya. Kedua anak ini bisa dibilang kurang bahagia, karena mereka hampir tidak pernah mendapat mainan baru, ketika mainannya rusak, Dedi selalu dapat membetulkannya. Suatu saat Etra pernah tersetrum sengatan listrik dari kabel yang tidak sengaja dia sentuh dan dia pun langsung pingsan tetapi dengan hebatnya Etra dapat sadar dengan selamat. Ada sesuatu yang terjadi dengan Etra, Etra suka sekali dengan melihat petir, berbeda dengan Watti yang ketika petir menyambar-nyambar keras di langit langsung ketakutan.
Suatu saat, Dedi terkena stroke dan meninggal dengan seketik dan Etra ialah orang yang paling shock dengan kejadian itu. Setelah meninggalnya Dedi, Watti pacaran dengan seorang dokter lulusan Universitas Pajajaran yang sering dipanggilnya Kang Atam. Lama kemudian mereka menikah dan pindah ke Tembagapura dan sebelum Dedi meninggal Watti sempat untuk izin kepada Dedi untuk pindah ke Agama Islam. Memang pada awalnya Watti agak sempat bimbang dan sering bertanya-tanya apakah ini benar atau tidak karena Watti pun termasuk orang yang rajin beribadah, Etra pun dapat meyakinkan kakaknya bahwa semuanya sama saja. Hari-hari terasa sepi bagi Etra dengan rumah besarnya Eleanor yang diberikan nama oleh Dedi, sampai sekarang Etra pun belum mengerti kenapa namanya Eleanor. Etra mencari suatu cara untuk bisa menghasilkan uang, dari kariernya menjadi kaki-kaki dari seorang tante yang juga kaki-kaki dari seorang pemuda yang mungkin juga masih seorang kaki-kaki dari si X sampai hampir mengkontrakkan rumahnya untuk di sewa dengan seorang pengusaha kaya raya.
Suatu ketika Etra memandangi pohon yang berdiri dipinggir rumahnya, saat itu turun hujan dengan deras dan entah kenapa Etra keluar rumah untuk menari-nari. Tidak lama kemudian petir menyambar pohon tersebut, seketika Etra kaget dan bertanya-tanya pada dirinya. Apakah tarian tersebut ialah tarian untuk memanggil petir ? Setelah kehujanan hari itu, Etra mendapatkan flu yang tidak kunjung henti. Suatu hari Etra mendapatkan surat bertuliskan S T I G A N (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional), surat ini menawarkan pekerjaan kepada Etra tetapi dengan syarat yang aneh-aneh, sampai ketakutan Etra ke tempat orang pintar pada kantor tetangganya. Disana Etra meminta perlindungan, tetapi ternyata orang pintar itu tidak lain hanya ingin melakukan hal yang tidak senonoh, sewaktu orang yang di sebut orang pintar itu ingin berdiri dipegang lah pundak orang pintar itu agar tidak berdiri oleh Etra, seketika orang pintar itu tersetrum.
Hari-hari selanjutnya Etra bingung bagaimana selanjutnya dengan nasibnya karena uang tabungan sudah mulai menipis, Etra mencoba tawaran yang diberikan oleh STIGAN. Tiba di rumah yang begitu misterius baginya, disitu dia berniat untuk membeli beberapa persayaratan untuk STIGAN. Disana dia bertemu dengan Bu Sati, dari Bu Sati pun juga Etra baru mengetahui bahwa STIGAN itu hanyalah kerjaan orang iseng karena pada halaman terakhir tulisan di mata kuliah jika di sambungkan akan membentuk kata KE-TI-PU-NI-YE. Setelah itu Etra dan Bu Sati pun menjadi sangat dekat.
Pada suatu hari ketika Etra sedang ingin menelpon kakaknya di wartel, dia bertemu dengan teman kuliahnya Beatrix atau biasa dipanggil Betsye dan diajaknya bermain ke warnet Betsye. Etra menjadi kecanduan internet setelah dikenalkan oleh Betsye tentang chatting, dan pada suatu saat Etra sangat kelalahan dan sangat lemas sampai-sampai banyak terkena penyakit. Pada saat itu secara kebetulan atau memang sudah takdir, Bu Sati tiba di depan rumah Etra, dengan penuh kekuatan Etra membuka pintu tersebut dan jatuh pingsan. Bu Sati merawat Etra dengan sangat baik sampai Etra pun sembuh, Bu Sati mengetahui Etra mulai begitu aktif tidak seperti biasanya, Bu Sati mengajarkan banyak hal kepada Etra dan diberinya ide kepada Etra untuk bagaimana mempunyai komputer sendiri di rumah dibanding main terus ke warnet.
Suatu ketika Etra berkunjung ke warnet Betsye, dia meminta tolong kepada Kewoy (penjaga warnet dan sekaligus teman Betsye) untuk menemani membeli komputer pada pameran dan pada akhirnya mereka mendapatkan komputer untungnya masih ada beberapa uang dari warisan Dedi. Etra kembali ke Bu Sati untuk bermeditasi disana dan disana pun juga Bu Sati memberikan nasihat yang sangat banyak dan juga memberi ide lagi, coba bayangkan rumahmu dengan banyak komputer. Dengan bantuan Kewoy, mereka mendapat rekan bisnis yang baru yaitu Toni atau biasa dipanggil Mpret. Dengan datangnya Mpret ini yang mengubah semuanya menjadi sangat tertata, Eleanor disulap menjadi warnet dengan adanya warung di samping, rental play station, distro dan juga home theater. Semenjak ini semuanya menjadi sangat ramai, hari-hari Etra menjadi sibuk tidak seperti biasanya yang selalu bengong dan Eleanor ini pun berubah nama menjadi Elektra Pop.
Beberapa bulan sibuk-sibuk dengan urusan warnet, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, Etra jatuh sakit. Kali ini tidak ada diagnosa radang usus atau kebanyakan begadang, penyakitnya aneh. Ketika Etra mau dibawa ke dokter, penyakit itu hilang. Akan tetapi ketika ingin menyibukkan diri kembali penyakit itu datang kembali. Akhirnya teman-temannya berencana untuk membawanya ke rumah sakit secara diam-diam ketika Etra sedang istirahat. Tak disangka-sangka ketika mereka semua memeang tubuh Etra, mereka semua tersetrum listrik dari tubuh Etra. Etra mengetahui tidak ada jalan lain selain itu selain menelpon Bu Sati. Tidak lama kemudian Bu Sati datang dan ramai lah suasana disana. Bu Sati memberitahukan semua yang terjadi dari awal kepada Etra dan pada akhirnya Bu Sati pun melatih Etra untuk menguasai kelebihan yang ada pada tubuh Etra.
Pada setelah kejadian itu, Etra jadi bisa membantu orang untuk menyembuhkan beberapa penyakitnya dengan setrumnya. Jadi dia mendirikan Klinik Elektrik yang satu ruangan dengan rental PS, sampai suatu hari terjadi konflik antara Etra dengan Mpret karena dengan adanya Klinik Elektrik tersebut maka rental PS jadi semakin sepi. Kemampuan Etra menjadi sangat berkembang sampai bisa menggerakkan sendok yang terdiam. Mpret dan Etra menjadi tidak terlalu dekat seperti biasanya.
Di Hari Raya Lebaran, Mpret dan Etra pun menjadi dekat kembali, Etra mendengarkan beberapa cerita dari Mpret. Watti dan Kang Atam pun juga Halal Bi Halal ke Elektra Pop, Watti begitu kaget dengan semuanya karena yang terakhir kali dia kesini rumah ini hanyalah rumah besar yang berisikan kerdus-kerdus elektronik peninggalan Dedi. Kang Atam yang kagum dengan cara kerja Mpret menawarkan bisnis dengan Mpret, dan Mpret pun menerimanya. Beberapa bulan setelah Mpret membantu Kang Atam untuk mendekorasikan warnet, sesampainya dirumah Mpret disambut dengan ceria oleh semua penduduk Elektra Pop dengan pesta ulang tahunnya. Tetapi Mpret begitu marah ketika melihat badut, mungkin karena Mpret mempunyai masa lalu yang kurang begitu enak dengan badut, setelah pulangnya badut Mpret pun ingin mencoba di Terapi oleh Etra. Ternyata Etra tidak mengetahui selama ini jikalau Mpret suka kepada Etra setelah diberitahu oleh Mi'un (salah satu penjaga Elektra Pop). Beberapa hari kemudian mereka kedatangan tamu, ternyata tamu itu ialah Bong sepupu dari Mpret. Dan selanjutnya menggantung seperti itu saja ketika Bong telah bercerita banyak tentang Mpret kepada Etra.
Kelebihan Novel :
Saya suka dengan novel ini, tidak terlalu banyak kata-kata berat di dalamnya dan juga ada beberapa kalimat yang saya sangat sukai dari beberapa tokoh di dalamnya.
Beberapanya yaitu :
1. Dedi : Hidup memang bukan siapa yang unggul di atas siapa.
2. Mpret : Mana bisa gua pelit ? Apa yang mau gua pelitin ? Gua nggak punya apa-apa. Barang-barang semua ini sulap. Besok kebakar juga nggak jadi duit lagi. Mulut gua bisa ngomong, ini sejuta, ini dua juta, tapi dalam hati gua ngga pernah melihat itu. Gua cuma melihat apa yang bikin gua senang, bisa bikin teman-teman gua hepi, mereka jadi maju, rajin. Cukup!
3. Saya lupa siapa yang berkata seperti ini : Banyak hal yang nggak perlu kedengaran bunyinya, tapi kelihatan tindakannya.
Kekurangan Novel :
Sejujurnya, saya kurang suka dengan sesuatu yang membawa agama di dalamnya, terlebih lagi sampai ke dalamnya. Contohnya ketika pada saat membacakan isi dari salah satu surat dalam kitab suci.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment